■ Liku-liku Pelaksanaan Ibadah Ramadhan dalam Kontek Budaya Kaum Minoritas
Berpuasa Bagi Warga Muslim Filipina
Ramadan di Filipina memiliki aspek keistimewaan tersendiri karena Kaum Muslim Filipina merupakan kelompok minoritas terutama di daerah ibukota Metro Manila. Bagaimana liku-liku pelaksanaan ibadah Ramadhan di sana? Berikut laporan Sdr. Promadi dari Manila yang sedang mengikuti Program Post-Doctoral Research di The University of The Philipines Institute of Islamic Studies.
Berpuasa Bagi Warga Muslim Filipina
Ramadan di Filipina memiliki aspek keistimewaan tersendiri karena Kaum Muslim Filipina merupakan kelompok minoritas terutama di daerah ibukota Metro Manila. Bagaimana liku-liku pelaksanaan ibadah Ramadhan di sana? Berikut laporan Sdr. Promadi dari Manila yang sedang mengikuti Program Post-Doctoral Research di The University of The Philipines Institute of Islamic Studies.
Kedatangan Warga Muslim di Metro Manila
Umat Islam di Metro Manila pada umumnya kaum muhajirin dari wilayah Selatan Filipina dan berdomisili di Taguig, Quiapo, Baclaran dan Greenhill. Di Taguig umat Muslim memiliki daerah pemukiman khusus warga Muslim yang dibangun semasa pemerintahan Presiden Ferdinand Marcos yang dikenal dengan Maharlika Village Project. Di sini dibangun beberapa fasilitas seperti mesjid, ruang pertemuan, sekolah Islam dan kolam renang. Menurut Reuben B. Corpuz (2003), perpindahan penduduk Muslim dari kepulauan Mindanao ke Metro Manila banyak terjadi pada tahun 1970-an dan disebabkan karena suasana yang tidak aman dan sering terjadi konflik dengan tentara Filipina di wilayah Selatan yang mereka sebut sebagai “perang”. Halo yang aneh adalah, walaupun warga Muslim dapat hidup di Metro Manila, akan tetapi tidak demikian halnya apabila meeka meninggal dunia. Aturan pemerintah ketika itu mengharuskan agar mayat umat Muslim harus diterbangkan ke Mindanao untuk dikuburkan di sana. Pertambahan jumlah umat Islam di Manila terus bertambah dari tahun ke tahun sehingga saat ini mereka mendiami beberapa sentra pemukiman umat Islam seperti Quiapo di City of Manila, Bicutan di Taguig City, Greenhill di San Juan, Baclaran di City of Paranaque, Makati City, Quezon City, dan Pasig City,
Sambutan hangat dari warga Non-Muslim atas kedatangan Ramadan
Memasuki bulan Ramadan, beberapa spanduk ucapan selamat menyambut bulan suci Ramadanbanyak terlihat digantungkan di beberapa lokasi mesjid. Sambutan hangat dari saudara-saudara non-Muslim bagaikan suatu ucapan istimewa dan indah yang sangat bersahabat. Walaupun negara ini negara Kristen, tapi perasaan bangga sebagai kaum Muslim minoritas betul-betul dihargai dengan ucapan selamat tersebut. Diantara ucapan selamat yang sempat penulis lihat adalah di The Golden Mosque di Quiapo, di Mesjid Taguig, di Baclaran dengan ucapan seperti “Ahlan Wa Sahlan, Happy Ramadhan, Ramadhan Mubarak dan sebagainya. Pada umumnya yang mengucapkan selamat melalui spanduk adalah para wakil rakyat.
Petang Balimau dan Malam Pertama Ramadan
Hari terakhir bulan Sya’ban tidak ada acara Mandi Balimau Kasai seperti layaknya di Kampar. Di daerah Backlaran wilayah Selatan Metro Manila, hampir semua warga pedagang Muslim sudah menutup dagangannya sejak sore dan berkumpul bersama keluarga di rumah masing-masing untuk menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan. Padahal biasanya mereka berjualan sampai larut malam di sepanjang jalan di bawah jembatan rel kereta api dari Baclaran Stasion sampai Taft Avenue dua station terakhir LRT dan MRT sepanjang sekitar 200 meter.
Satu hal yang aneh adalah ketika penulis menuju mesjid Baclaran untuk Solat Taraweh pertama, dalam perjalanan terdengar dari jauh senandung lagu irama Padang Pasir “Ya Ramadhan” suara Asmidar Darwis. Ketika penulis bermasksud hendak membelinya, sang pedagang tidak mau menjualnya. VCD itu setiap tahun diputarnya pada sore malam pertama Ramadhan hanya untuk menyambut masuknya bulan suci. Dan ketika penulis bertanya apakah dia mengerti lagu tersebut, ternyata tidak. Ketika penulis bertanya, bagaimana kalau iramanya Timur Tengah tapi kata-katanya berisi kata-kata cinta asmara, apakah suka juga? Dia menjawab, suka dan kadang juga diputar di mesjid. Penulis pikir, kalau yang ini persis tidaka da bedanya dengan suasana di Pekanbaru.
Puasa Menahan Haus, Lapar dan Pandngan Mata
Aspek yang mendapat tantangan utama daari pelaksanaan puasa Ramadhan di Meto Manila adalah menahan lapar, haus dan pandangan mata. Sepanjang siang di bulan Ramadhan merupakan pejuangan melawan haus yang sangat kuat, karena suhu yang sangat tinggi berkisar rata-rata 37°C dan maksimal40°C. Oleh karena hawa yang sangat panas, maka tidak aneh di mana-mana di Metro Manila ramai warga mengelap keringat dengan handuk kecil yang selalu dibawa kemana-mana. Singlet jarang digunakan dan merupakan pemandangan yang biasa bila anak gadis dan ibu-ibu berhenti di tepi jalan dan mencari daerah yang agak terlindung untuk mengelap keringat yang membasahi badan dan perut mereka.
Perjuangan menahan lapar merupakan perjuangan indah, karena di mana mana orang dengan enaknya makan dan minum dengan aroma makanan yang merangsang selera, termasuk di dalam Jeepney (mobil jeep yang dibuat menjadi oplet panjang). Menahan rasa lapar sudah biasa kita lakukan, akan tetapi menahan selera karena mencium aroma masakan yang sangat merangsang, adalah satu perkara berat.
Hal berikutnya yang paling susah adalah menahan mata di Metro Manila. Disebabkan cuaca yang sangat panas, dan budaya berpakaian masyarakat Filipina yang sudah mirip dengan budaya Amerika, maka menjaga mata adalah perjuangan yang sangat berat dan jihad yang bernilai lebih tinggi dibandingkan bila berpuasa di Pekanbaru.
Menikmati Kebahagiaan Pertama Berbuka Puasa
Kebiasaan warga Muslim di Meto Manila yang sangat menarik adalah mereka pada umumnya berbuka bersama di Mesjid dan makan malamnya di rumah masing-masing. Di Golden Mosque di Quiapo, untuk menu perbukaan puasa disediakan secara bergantian oleh pihak kedutaan negara-negara Islam dari Timur Tengah, Asia dan Afrika. Warga sudah membuat antrian panjang dengan sangat tertib setengah jam menjelang beduk berbuka puasa. Budaya antri sudah merupakan bagian dari kehidupan warga Muslim warisan budaya Amerika di Filipina. Alhamdulillah.
Anak-anak biasanya juga mengikuti orang tua mereka ke mesjid sekedar bermain dan bersuka ria, sehingga halaman mesjid dipenuhi oleh anak-anak bermain. Masa kanak-kanak mereka tentu merupakan kenangan manis kelak setelah dewasa, dan tentunya lebih bahagia bila dibandingkan dengan rekan-rekan mereka sesama besar di Pekanbaru yang di beberapa tempat dilarang bermain di pekarangan mesjid karena ribut. Mereka juga ikut menikmati hidangan berbuka puasa bersama orang tua mereka.
Kaum Muslim di Quiapo adalah mayoritas pedagang. Bagi pedagang yang rumahnya jauh dari pasar Quiapo tersedia banyak gerai makan Islam di sekeliling mesjid. Warga juga membuka Pasar Ramadhan yang menjual berbagai makanan perbukaan puasa. Aspek yang menarik penulis adalah menu makanan berupa panggang ikan besar. Ikan tongkol besar seberat 2-3 kilogram dibakar tanpa bumbu kecuali garam untuk dimakan bersama 3-4 orang.Menu ini biasa dinikmati masyarakat Muslim di wilayah Selatan yang kehidupan meeka tidak dapat dipisahkan dari kehidupan laut.
Di Greenhill, San Juan mayoritas Muslim adalah pedagang sukses di San Miguel (SM) Megamal. Mereka juga berbuka bersama di mesjid. Untuk berbuka puasa, para pedagang secara bergantian menyediakan penganan berbuka puasa di sini. Selepas solat Magrib, bisa menikmati makan malam di beberapa gerai Muslim dengan masakan khas Melayu Filipina yang banyak terdapat di sebelah kiri mesjid. Masakan khas yang disediakan di sini adalah gulai dan pepes telur ikan yang sangat sedap dan menjadi masakan favorite warga Muslim Greenhil. Kalau berbuka di sini, penulis pasti membawa bekal gulai terlur ikan untuk sahur nantinya.
Warga Muslim di Taguig City, menggelar dagangan ramadhannya sejak sore di pasar sepanjang pinggir jalan menuju The Blue Mosque. Ikan bakar besar sudah pasti menghiasi dagangan mereka ditambah beraneka buah-buahan lokal, hutan dan import seperti langsat, manggis, nenas, pepaya, jeruk, buah nona, buah rotan, sunkis, strawbery, apel, anggur, dan sebaginya banyak digelar dikedai pinggir jalan.
Warga Muslim di Baclaran City of Paraque lain lagi, mereka yang berbuka di mesjid tidak begitu ramai karena rumah mereka tidak jauh dari mesjid. Terdapat tiga mesjid di Baclaran, pertama berdekatan dengan stasion kereta api kota dan menaranya dapat terlihat jelas dari jalan raya EDSA menuju Ninoy Aquino International Airport (NAIA) sebelah kiri. Di sekitar mesjid terdapat beberapa gerai makan yang menu utamnya pasti gulai telur ikan dan ikan bakar ala Mindanao. Bila memesan teh atau nasi goreng, harus hati-hati karena hanya akan diberi air panas kosong tanpa gula disertakan satu bungkus kecil teh. Kalau memesan nasi goreng, yang dikasih cuma nasi putih yang digoreng sedikit tanpa ada resep lain.
Ada satu mesjid misterius di Baclaran yang terletak di seberang jalan raya EDSA menuju Ninoy Aquino International Airport (NAIA) sebelah kanan berhampiran dengan Mall of Asia, mall terbesar di Asia terletak di pinggir laut Manila Bay. Mesjid ini terletak di tengah-tengah padang rumput yang cukup luas sekitar satu hektar, dibatasi parit sekitar 10 meter dan dipagari kawat berduri serta dijaga oleh dua orang satpam menggunakan senjata api laras panjang tanpa menggunakan pakaian resmi (di Manila pakaian satpam sama dengan di Indonesia putih biru donker). Mesjid ini terlihat permanen berlantai dua. Di sekelilingnya tak ada satupun rumah penduduk kecuali padang rumput. Di samping kiri-kanan dinding mesjid dipenuhi oleh puluhan tenda plastik yang dihuni oleh umat Muslim. Anehnya tidak ada terlihat tanda-tanda masyarakat luar pergi kesana untuk solat berjamah, padahal ramai warga Muslim pedagang di sekitar itu. Setiap masuk waktu solat lima waktu selalu terdengar dikumandangkan azan melalui pengeras suara. Bila malam tiba, mesjid ini terlihat gelap tidak ada listrik kecuali hanya cahaya lampu biasa. Menurut Soharto Vedro (ayahnya peminat mantan Presien Soeharto) seorang warga Muslim dari Palawan yang sering ke Baclaran, mesjid itu memiliki aliran lain dari mesjid kebanyakan, tapi sayang dia tidak bisa menjelaskan aliran jenis apa.
Di Baguio City sekitar 300 km Utara Manila sekitar 6 jam dengan bus Antar Kota Antar Propinsi, dengan suhu yang sangat dingin dengan rata-rata 10°C suasana Ramadan lain lagi. Kota Baguio berada di daerah pegunungan dengan curah hujan yang sangat tinggi, tak ubahnya seperti Puncak di Bogor atau Genting Hihgland di Malaysia. Di kota ini, masalah puasa menahan pandangan mata tidak jadi problem, karena rata-rata wanita menggunakan pakaian yang menutup aurat menggunakan jeans dan jacket tebal serta tutup kepala alias sebo, bahkan sarung tangan.
Di Baguio City terdapat 5 buah mesjid, diantaranya adalah mesjid di Ma’had Darul Ma’arif al-Islamy, Ma’had Luzon al-Shimaly al-Islamy, dan Masjid Darul Arqom di Mabini Market. Gerai makanan halal berada di lantai bawah tanah sebuah pasar bertingkat persis berhadapan dengan mesjid Darul Arqam. Mesjidnya cukup luas berukuran sekitar 15X20m. Di depan mesjid sudah tersedia penganan perbukaan puasa yang sengaja disediakan oleh pihak mesjid. Setelah berbuka, warga solah magrib berjamaah dan kemudian makan malam di gerai Muslim yang terdapat di depan mesjid. Menu di sini tidak jauh berbeda dari Greenhill, dan Baclaran dimana menu favoritenya adalah gulai telur ikan yang sangat sedap, dan ikan bakar besar-besar tanpa bumbu kecuali garam.
Solat Taraweh
Di Mesjid Baclaran, solat Taraweh dilaksanakan 20 rakaat ditambah witir. Ceramah agama hanya diberikan sewaktu-waktu dan tidak setip malam dengan muballigh undangan. Imamnya membaca ayat-ayat suci dengan bacaan yang fasih dan tartil yang indah seperti bacaan imam di Masjidil Haram dan menamatkan 30 juz. Sang imam memegang Qur’an kecil agar tidak tersalah dalam bacaan Di mesjid Baclaran kedua, penulis mendapati bacaan imam yang lebih indah dan tartil yang lebih mendayu-dayu. Dengan bacaan yang indah dan tartil yang syahdu, jamaah seakan dibawa ke Masjidil Haram, dengan demikian wajar bila Filipina menjadi juara MTQ internasional.
Di Baguio City, pelaksanan solat Taraweh di mesjid Darul Arqom Mabini Street, hanya 8 rakaat ditambah witir. Warga Muslim di sini juga pada umumnya pedagang dan pendatang dari Selatan. Ketika penulis Tarawehan di mesjid ini, imam menyampaikan ceramah sekitar 30 menit dengan bahasa Tagalog yang sangat retoris, terlihat dari gaya dan alunan suaranya serta mimik mukanya. Beliau kemudian memimpin solat Isya dan Taraweh dengan bacaan seni Qiraah yang sangat bagus, melebihi Bacaan di Masjidil Haram karena gabungan seni Asia dan Timur Tengah. Jamaah menikmati bacan sang imam, ini dibuktikan tidak satupun jamaah pulang sebelum selesai Taraweh.
Do’a Qunut yang Panjang dan Penuh Harapan
Pada minggu ke dua dan seteusnya, setelah rukuk di rakaat terakhir solat witir di Masjid Baclaran 2, imam membaca do’a Qunut yang diaminkan semua jamaah. Imam sepertinya sangat memahami isi do’a sampai-sampai suaranya terisak ketika mengucapkan “Robbana zolamna anfusana wa in lam taghfir lana wa tarhamna la nakunanna min al-khaasyirin, Allahummansurna, wansur muslimiin fi bilibbiin, wansur Muslimiina fii Mindanaoo, ya Allaaaah, suaranya hilang semantara, hening.... baru dilanjutkan dengan terisak dengan doa lain yang masih panjang. Doa dan harapan untuk mendapatkan keampunan dosa dalam bulan suci ini bagi warga Muslim Filipino benar-benar merupakan saat-saat yang tepat untuk mengkomunikasikannya kepada sang Khalik. Melalui do’a Qunut pula mereka meletakkan harapan yang sangat tinggi tentang masa depan umat muslim di Filipina terutama di daerah Mindanao dimana saudara-saudara sanak famili mereka sering mengalami konflik dengan tentara Filipina. Mereka benar-benar mengharap ketenangan dan kedamaian di sana.
Sebagaimana di mesjid Baclaran 2, di Baguio City imam juga membaca do’a Qunut yang cukup panjang dan jelas. Ujung-ujungnya isakan tangis syahdu mengalir sambil doa Qunut yang dikumandangkan. Beberapa jamah selesai salam terlihat menghapus air mata mereka yang kelihatan merah, betul-betul memohon pengharapan dalam tangis dan do’a Qunut mereka. Do’a untuk masyarakat Muslim di Mindanao merupakan do’a yang tak pernah terlupakan dalam setiap do’a Qunut mereka. Qunut selama Ramadhan, bagi mereka kayaknya, adalah sarana yang paling tepat untuk memohon ridho dan inayah serta pertolongan Allah untuk membebaskan warga muslim Filipino di wilayah Selatan yang tertindas.
Masuk Islam selama Ramadhan
Ajakan untuk masuk Islam selama Ramadhan di berbagai tempat di Filipina berjalan lebih agresif daripada selain Ramadhan. Ramadhan adalah satu moment yang terlalu indah untuk dilewatkan dengan aktifitas dakwah Islam. Di Golden Mosque di Quiapo, satu hari, seorang saudara baru sedang mengikuti prosesi pensyahadatannya untuk menjadi Muslim. Dia diberi nama baru Ismail. Tampaknya dia gembira dan senang menerima nama baru tersebut. Menurut Imam Ali, seorang jamaah mesjid Quiapo, alumni Universitas Al-Azhar, dalam seminggu paling tidak dua kali Imam dari rombongan Jamaah Tabligh mengIslamkan saudara baru.
Drs. Promadi, M.A., Ph.D. dosen UIN Sultan Syarif Kasim Riau
Comments