Eid'l Fitr di Filipina

■ Eid’l Fitr di Filipina, Liku-liku Pengalaman Mengikuti Pelaksanaan Idul Fitri bersama Warga Muslim Filipino

Berhari Raya di Tengah Masyarakat Kaum Minoritas

Pengalaman mengikuti pelaksanaan Solat Id dan Hari Raya Puasa di Filipina merupakan kenangan istimewa dan penuh liku-liku karena, berbeda dari Indonesia, kaum Muslim di Filipina merupakan kelompok minoritas terutama di daerah Utara. Bagaimana suasana menjelang akhir Ramadhan dan pelaksanaan Solat Eid’l Fitr serta suana menikmati Hari Raya Puasa di negeri Arroyo ini? Berikut laporan Sdr. Promadi dari Baguio City, Filipina.
Selesai melaksanakan Solat Eid’l Fitr di Lapangan Squash Baguio City Filipina

Umat Islam di Baguio City

Baguio City adalah sebuah kota yang dihuni oleh warga Muslim Filipina yang berasal dari Selatan. Penghijrahan mereka ke kota ini adalah disebabkan kehidupan di kota ini yang secara ekonomis cukup menjanjikan karena merupakan kota wisata. Terletak di bagian Utara Pulau Luzon, Filipina bagian Utara, dan berjarak sekitar 300 km atau 6 jam perjalanan dengan bus Antar Kota Antar Propinsi dari Metro Manila. Secara historis, Baguio dahulunya adalah tempat kem tentara Amerika semasa Filipina dibawah kekuasaan Amerika, yang sengaja memilih tempat yang memiliki suhu yang mirip dengan negara mereka. Sebagai kota wisata, Baguio City terkesan bersih dan hijau. Tidak heran kenapa di kaca mobil pribadi, teksi, tempat-tempat umum, persimpangan jalan ditempelkan stiker dan papan board bertuliskan ”Keep our city clean and green”.
Baguio berada di daerah pegunungan dengan curah hujan yang sangat tinggi, tak ubahnya seperti Puncak di Bogor atau Genting Hihgland di Malaysia. Kiri kanan kota dikelilingi oleh bukit yang selalu ditutupi awan. Rumah-rumah penduduk memenuhi lereng gunung dan perbukitan serta di lembah-lembah hijau yang curam serta puncak perbukitan. Hotel terdapat dimana-mana dan berbagai type. Pusat perbelajaan, bank dan restoran cepat saji banyak dijumpai di sini. Setiap Sabtu sore hotel-hotel sudah ramai didatangi para turis terutama dari Korea. Di pintu hotel tak jarang terlihat tulisan “Sory we are already fully booked” yang menunjukkan tidak bisa lagi menerima tamu karena sudah penuh.

Suhu di Baguio City cukup dingin dengan purata antara15-25°C. Tidak jarang pula suhu berada di bawah 10°C. Ini terlihat dari hembusan nafas kita, dimana selalu mengeluarkan uap, yang menurut pengalaman orang Baguio sendiri, itu berarti suhu sudah di bawah 10°C. Terkadang, pukul 11 pagi bagaikan masih pagi buta karena kabut yang tebal dan jarak pandang cuma sekitar 20 meter yang membuat lampu kenderaan terpaksa dinyalakan untuk menghindari kecelakaan lalu lintas. Di kota ini, warga biasa menggunakan jacket tebal serta tutup kepala alias sebo dan bahkan sarung tangan apabila keluar rumah. Apabila siang cerah, barulah masyarakat menanggalkannya tapi sebagian tetap tidak meninggalkannya karena cuaca yang tidak bisa diprediksi dan bisa berubah sewaktu-waktu. Di samping itu, payung adalah bagian dari pakaian dan menjadi assessoris warga di sini. Kualitas payung yang digunakan dapat menjadi simbol status sosial masyarakat di sini.
Sebagai kaum muhajirin dari wilayah mayoritas Muslim ke daerah yang berpenghuni minoritas Muslim, umat Islam di Baguio City tidak tinggal dalam satu wilayah yang sama, akan tetapi menyebar di 5 wilayah yaitu pusat kota, bagian Utara, Selatan, Barat, dan Timur. Mereka berintegrasi dengan warga non-Muslim. Mereka pada umumnya hidup sebagai pedagang barang-barang yang dinilai cepat laris seperti handphone, VCD, perhiasan perak, payung, hasil pertanian, buah-buahan, dan Ukay-ukay (barang-barang import ex luar negeri yang memiliki merek terkenal) yang cukup laris karena warga Filipina gila merek terkenal, terutama merek asal Amerika. Kaum Muslim di Baguio memiliki 5 buah mesjid menurut wilayah tempat tinggal mereka. Tiga diantaranya adalah mesjid Darul Arqom Mabini Market yang terletak di pusat kota, mesjid di Sekolah Islam Ma’had Darul Ma’arif al-Islamy di daerah Utara, mesjid di Sekolah Islam Ma’had Luzon al-Shimaly al-Islamy di Selatan, dan dua lagi masing-masing terletak di wilayah Barat dan Timur kota.

Suasana Akhir Ramadhan dan Malam Hari Raya Puasa: Menunggu Kepastian yang Tak Pasti

Kamis sore, tanggal 11 Oktober 2007, di Kota Baguio turun hujan dan sejak siangnya penuh kabut tebal yang menutupi seluruh wilayah kota, termasuk bagian wilayah Barat arah matahari terbenam. Dengan kondisi demikian, walaupun di Baguio berada di atas pegunungan dan selain itu memiliki titik yang tertinggi di wilayah Baguio, termasuk di lantai 4 San Miguel Mall, tidak memungkinkan untuk melihat anak bulan, karena pandangan mata hanya sebatas awan dan tidak sampai ke anak bulan, walau sekalipun dengan menggunakan teropong yang tersedia di lantai 4 tersebut. Menjelang Magrib, sebagaimana biasanya, umat Islam berkumpul di mesjid untuk berbuka puasa dan solat Magrib berjamaah serta makan malam. Sehabis makan malam ramai kaum Muslim duduk-duduk di mesjid Darul Arqam di Mabini Market menunggu keputusan apakah malam itu mereka akan Takbir atau Solat Taraweh.
Menjelang solat Isya, tepat pukul 19.00 Waktu Filipina (sama dengan WITA), belum ada kepastian karena belum ada kabar dari petinggi Muslim Filipina terutama dari Office of Muslim Affairs (OMA) atau Departemen Agamanya Filipina, tentang hasil pemantauan anak bulan. Beberapa warga yang duduk dalam mesjid serius membincangkan perbedaan rukyah dan hisab dalam metode penentuan Hari Raya Id, serta perbedaan pengambilan keputusan walaupun dengan menggunakan metode yang sama. Imam mesjid Ust. Ulumuddin, dan Syekh Abd. Rasheed bin Hj. Amir alumnus Universitas Islam Madinah sedang berbincang dalam Bahasa Inggris dengan Sdr. Ismail dari Singapura yang aktif di mesjid ini, karena Ismail tidak mengerti Bahasa Tagalog. Menurut sang Imam, apabila di seluruh wilayah yang dilakukan rukyah di Filipina tidak terlihat anak bulan, maka mereka akan menunggu hasil isbat dari Arab Saudi sekitar jam 11 malam karena saat itu akan sudah ada hasil dari Arab Saudi setelah terbenam matahari di sana. Umat Islam Filipina menjadikan Arab Saudi sebagi model pelaksanaan ajaran Islam termasuk budaya. Cukup banyak tokoh dan pemuda Muslim Filipina merupakan tamatan universitas Arab Saudi, dan para Tenaga Kerja Wanita Filipina juga banyak yang telah bekerja di Arab Saudi, dengan sendirinya budaya Muslim Arab Saudi telah menjadi model dan idola bagi mereka. Menjelang solat Isya mereka asyik menghubungi ulama di Wilayah ARMM (Autonomous Region in Muslim M indanao) di Islamic City of Marawi, akan tetapi mereka masih belum berhasil membuat keputusan karena masih sedang mengumpulkan hasil pemantauan dari berbagai tempat.
Malam berjalan seperti biasanya, tanpa dihiasai gema takbir yang menandakan datangnya Hari Raya keesokannya. Sampai masuk waktu solat Isya, pukul 19.15 azanpun dikumandangkan dan langsung dilaksanakan solat Isya. Selesai solat, mereka masih mencari informasi, tapi masih belum berhasil dikonfirmasi. Solat Tarawehpun dilaksanakan, tapi tanpa witir. Selesai solat 8 rakat, masih lagi belum dapat kepastian. Kaum Muslimin semakin tidak sabar, dan suara-suara keras dengan nada agak meninggi mulai kedengaran. Akhirnya warga pulang ke rumah masing-masing tanpa membawa kepastian.

Pemanfaatan Media Teknologi Informasi dan Komunikasi

Ketika menjelang pulang ke rumah masing-masing, ada satu pesan Imam kepada para jamaah, agar nanti selepas jam 11 malam mereka mendengarkan siaran GMA Radio guna mendengarkan informasi ketetapan Hari Raya yang akan disiarkan dan diumumkan langsung oleh Imam. Radio ini, merupakan sebuah stasiun radio swasta lokal yang populer dan mengudara pada gelombang FM. Imam juga berpesan agar nantinya berita tersebut disebarkan kepada seluruh kenalan, teman, sanak famili di Baguio City melalui telepon dan SMS (di Filipina mereka menyebutnya Text bukan SMS). Ketika penulis bertanya kenapa memilih radio bukan televisi, alasannya adalah ramai warga Muslim mendengarkan siaran radio ketika berada dalam kenderaan seperti mobil pribadi, sebagai sopir teksi yang di dalamnya biasanya dipasang radio, termasuk dalam Jeepney (moboil Jeep yang dimodifikasi menjadi oplet panjang). Para pedagang serta anak muda sering mendengar siaran radio GMA yang merupakan stasiun radio favorit di Baguio City, baik menggunakan pesawat radio atau melalui Internet.
Tepat jam 22.00 baru diperoleh konfirmasi melalui telepon dari Islamic City of Marawi di Mindanao bahwa besok pagi adalah Hari Raya Puasa tanpa menunggu hasil dari Arab Saudi. Maka Imam dan beberapa orang koleganya segera menuju stasiun radio GMA untuk mengumumkannya dan minta disebarkan ke seluruh rekan dan kenalan, bahwa besok pagi adalah Hari Raya dan Solat Id akan dilaksanakan pukul 7.30 di Lapangan Squash di Burnham Park, sebuah taman rekreasi ditengah kota yang dilengkapi dengan Danau Buatan lengkap dengan sampan dayung bebeknya. Para tokoh Muslim mulai sibuk mengirimkan SMS kepada warga, dan minta untuk menyebarluaskan kepada kenalan, tetangga, sanak famili di Baguio dan daerah lain. Para remaja ada pula yang pergi ke Internet Café untuk mengontak rekan-rekan mereka. Kemudahan yang disediakan oleh Teknologi Informasi dan Komunikasi dapat dimanfaatkan oleh umat Muslim Filipina dalam menunjang pelaksanaan ibadah, karena mereka menguasai teknologi ini dengan baik dan benar. Malam itu tidak ada acara pawai takbir, tidak ada gema takbir berkumandang di mesjid apalagi sepanjang jalan di kota Baguio di malam hari raya. Satu keagungan yang selama ini selalu menandai malam Idul Fitri di Indonesia, dan yang membuat betapa semarak dan syi’arnya suasan hari raya, terpaksa dilewatkan begitu saja, hanya menjadi kenangan dalam hati.

Ucapan Selamat Eid’l Fitr dari Sang Presiden, Ketua Dewan Dakwah Islamiyah dan Anggota MPR.

Presiden Gloria Macapagal Arroyo (GMA) ikut menyambut Hari Raya Puasa (dalam bahasa Tagalog mereka menyebutnya begitu) secara resmi dan mengucapkan Selamat Eid’l Fitri secara nasional, kepada seluruh umat Muslim Filipina. Harian Tempo yang berbentuk tabloid setebal 16 halaman seharga cuma 8 Peso atau sekitar Rp.1750 adalah satu-satunya koran nasional yang menurunkan berita di halaman mukanya tentang Idul Fitri dan bagaimana sambutan Presiden dengan tulisan besar: “RAMADAN FASTING ENDS” hasil tulisan wartawan Muslim bernama Eddy K. Usman. Presiden berharap kepada kaum Muslim dan non-Muslim agar mendapat inspirasi dari ajaran yang terkandung dalam pelaksanaan puasa Ramadan.“May our Muslim brothers and the rest of the nation draw inspiration from the teaching of Ramadan. The current trusts of government on peace, stability, sustainable development and economic prosperity will be immersely benefited by the positive pursuit of the virtues of Ramadan” katanya seperti dikutip Tempo. Sambutan Presiden ditanggapi dengan sangat baik dan gembira oleh Direktur Office of Muslim Affairs Datu Ali B. Sangki, Pemimpin ARMM Datu Zaldy Uy Ampatuan dan beberapa pemimpin Muslim atas perhatian pemerintah terhadap Islam dan Muslim di Filipina. Eid’l Fitr, menurut kalender Filipina dan sesuai dengan Undang-undang Pemerintah, Republic Act. No.9177, sudah ditetapkan sebagai hari libur nasional. Oleh karena tanggal 13 bertepatan pada hari Sabtu dan bukan hari kerja, maka libur nasional dipindahkan hari Jum’at, terserah apakah Hari Raya jatuh pada hari Jum’at atau Sabtu.
Laporan yang cukup menarik adalah dari koran The Philippine Daily INQUIRER, sebuah koran besar nasional yang menurunkan berita singkat tentang Eid’l Fitr dengan judul ”Muslims End month of fasting” di halaman kedua, tulisan seorang wartawati bernama Kristine L. Alave. Mungkin karena bukan seorang Muslimah, Kristine menjelaskan bahwa Eid’l Fitri adalah tak obahnya bagaikan Christmas atau Natal, kecuali yang berbeda adalah dalam Eid’l Fitr tidak ada minum-minuman alkohol dan begitu juga tidak ada menu yang berasal dari Babi. Dengan perumpamaan seperti itu, agaknya menurut Kristine, umat Kristiani yang merupakan kelompok mayoritas lebih mudah memahami Eid’l Fitr. Dalam halaman iklan dan ucapan tahniah di halaman16, koran ini memuat ucapan HAPPY HARI RAYA dengan tulisan yang agak besar dari Islamic Da’wah Council of the Philippines, sebagai badan yang memiliki otoritas pemberi label Halal pada produk makanan dan minuman. Di samping ucapan selamat hari raya, dewan ini sekaligus menjelaskan apa itu makanan halal sambil mengiklankan layanan mereka. Pengusaha makanan halal merupakan bisnis yang cukup menjanjikan di Filipina, cuma bisnis ini belum banyak yang menekuninya secara serius.
Dalam The Philippine STAR, sebuah lagi koran besar nasional, dalam edisi Minggunya halaman 5, berhampiran dengan Tajuk Rencana, memuat satu ajakan indah dari seorang anggota DPR, Jose De Venecia JR, pemimpin Partai Demokrat Islam-Kristen Lakas (The Lakas Christian-Muslim Democrats (Lakas-CMD) Party. De Venecia menyampaikan ucapan dan sambutan hangat “Eid’l Fitr Al-Mubarak” dan menghimbau semua kaum di negara ini, baik Muslim maupun penganut agama lain, agar makna Ramadan dapat mempererat persaudaraan antar umat beragama di Filipina. Perbedaan kepecayaan menurut beliau seharusnya digunakan untuk mencari persamaan dan persatuan dalam keragaman dan bukan perbedaan, pertentangan serta permusuhan.

Solat Eid’l Fitr yang Bahagia di pagi hari yang Tenang

Sejak pukul 5.30 pagi matahari telah terbit dengan memancarkan cahayanya yang sangat cerah, besih dan tenang. Tidak ada angin ribut, tidak ada awan kabut, tidak ada hujan dan suasana sangat nyaman serta tidak terasa dingin. Tidak perlu menggunakan jaket, karena pancaran matahari telah membuat suhu dingin kota Baguio mulai berkurang. Satu rahmat Allah yang tak tenilai harganya pada pagi hari raya ini, padahal biasanya setiap pagi hujan turun disertai dengan kabut dan suhu yang dingin. Oleh karena suasana tenang di pagi hari raya ini, penulis teringat ketika masih kecil dulu, kata orang tua, “ tengoklah batang kayu dan daun-daun tenang pada pagi hari raya ini”.
Pukul 6 sudah mulai telihat ramai warga Muslim berjalan kaki di sekitar Burnham Park menuju lapangan Squash tempat dilaksanakannya Solat Id. Di gapura memasuki gerbang masuk lapangan Squash, tegantung kain putih dengan ucapan HAPPY EID’L FITRI MUBARAK” menyambut kedatangan umat Muslim yang semakin ramai datang dari berbagai tempat di Baguio City. Kaum Muslimin datang dengan mengenakan pakaian terbaik mereka yang tidak mesti baru. Para wanita keluar dengan pakaian serba hitam ala wanita Arab Saudi, yang kelihatan anggun dan mempesona. Anehnya, dalam keseharian tidak terlihat mereka menggunakannya. Kebanyakan wanita di Kota Baguio pada siang hari biasa, hanya menggunakan celana jeans dan baju kaos dan jacket serta selendang yang dililitkan di kepala atau di gantung di leher mereka sekedar menunjukkan mereka adalah Muslim. Di hari raya ini, dengan penuh rasa percaya diri, mereka menggunakan pakaian kebanggaan yang digunakan idola dan pujaan mereka di Arab Saudi, khususnya bagi Tenaga Kerja Wanita yang pernah berkerja di sana dan isteri para alumnus universitas di Arab Saudi. Walaupun mereka tidak memakai cadar, akan tetapi cara pasang jilbab mereka meniru gaya dan model jilban wanita Arab. Gamis yang mereka pakai, kalau tidak berwarna hitam, pada umumnya bercorak polos, dengan warna putih, kuning muda, biru muda, pink, coklat muda dan warna cerah lainnya.
Sedangkan para lelaki pada umumnya menggunakan pakaian biasa, celana panjang dan kemeja dengan peci putih. Ada beberapa orang terlihat mengunakan peci hitam dan jas. Ramai pula yang mengenakan jubah dan serban putih, dan bahkan beberapa pemuda tampak mengenakan pakaian ala Osama Bin Laden lengkap dengan jenggotnya. Ramai pula warga yang merupakan anggota Jamaah Tabligh memakai pakaian ala Muslim Pakistan dengan jubah, rompi dan jenggot panjang. Anak2 menggunakan pakaian biasa kemeja atau kaos dan celana Jeans yang pada umumnya baru. Sedangkan anak-anak wanita lebih banyak menggunakan baju Muslim model sekarang yang banyak di Indonesia.
Umat Islam dari 5 buah mesjid sudah ramai berkumpul dan sebagiannya sudah mengambil tempat di pelataran utama persis di depan Tribun Utama yang biasanya digunakan untuk latihan main Basket. Pelataran ini berukuran sekitar 30x 100meter memanjang dari Utara ke Selatan yang dibagi menjadi dua bagian, sebelah Utara untuk kaum laki-laki dan Selatan untuk kaum perempuan. Setelah Imam datang bersama beberapa pengurus dari 5 buah mesjid, barulah mulai dikumandangkan Takbir. Ust. Shamshuddin seorang guru dari Sekolah Islam Luzon Utara (Ma’had Luzon al-Shimaly al-Islamiy) melantunkan gema takbir dengan suara dan seni yang sangat indah, gabungan irama Timur Tengah dan Asia Tenggara sebagaimana biasa dia bawakan ketika memimpin solat Taraweh di Mesjid Darul Arqom di Mabini Market. Barulah mulai terasa indahnya hari raya, bayangan kampung halaman mulai terbayang yang membuat hati ini mulai syahdu. Bayangan berhari raya ketika masih kecil dahulupun ikut muncul dan menghiasi lamunan. Solat Id akan dilaksanakan pukul 7.30
Terdengar pengumuman dalam Bahasa Tagalog, bercampur Inggris tentang pemberitahuan bagi yang belum membayar Zakat Fitrah agar dilaksanakan sebelum solat, karena kalau sudah selesai dia hanya dianggap sedekah biasa. Walaupun dalam Bahasa Tagalog, tapi dapat dipahami masudnya. Karena beberapa kosa kata yang tidak asing bagi kita yaitu: zakat fitrah, solat (mereka menyebutnya sembayang) id, dan sedekah. Ada juga pengumuman tentang penerimaan siswa baru di Ma’had Luzon al-Shimaly al-Islamiy dengan persyaratan dan biayanya. Kemudian takbir lagi, dan lalu terdengar imam menjelaskan cara pelaksanaan solat dan mengajarkan bacan yang harus dibaca diantara takbir baik di rakaat pertama maupun kedua. Penjelasan disampaikan dalam bahasa Tagalog yang dengan mudah dapat dipahami maksudnya. Beberapa orang pemuda terlihat berjalan mengedarkan kotak sumbangan, seperti persis belaku di Pekanbaru.
Menjelang dilaksanakan solat Id, ramai warga yang terlihat mundar-mandir sibuk mengabadikan peristiwa bersejarah ini dengan mengambil foto menggunakan HP masing-masing, kamera digital, dan handycam. Ada yang tidak beruntung pagi itu, seorang tukang foto yang sedang mengambil gambar di areal wanita, diperingatkan melalui pengeras suara oleh pengurus agar menghentikan kegiatannya karena tidak boleh lelaki berada di area Muslimah. Penulis tidak mengerti benar isi pengumuman tersebut karena disampaikan dalam Bahas Tagalog. Akan tetapi dari microfon terdengar jelas kata-kata “photographer’ di ucapkan dengan keras dan lantang beberapa kali, dan terlihat pengurus melambaikan tangannya ke arah areal wanita. Ternyata di sana memang terlihat seorang jurufoto sedang bergegas meninggalkan arena wanita, setelah kena usir.
Tepat pukul 7.30 solat Id dilaksanakan, semua jamaah berdiri dan menyusun saf. Ramai yang tidak mau berpindah ke saf depan untuk memenuhi celah-celah saf yang masih jarang. Terdengar juga pengumuman agar mematikan HP. Entah kenapa, seorang jamah di samping penulis sudah mengangkat takbir padahal imam belum memulainya. Suasana hening, yang terdengar hanyalah suara kanak-kanak yang asyik berkeliaran di bagaian belakang di lapangan Squash. Lalu ...... Allaaaahu Akbar!, ucapan Takbiratul Ihram yang diucapkan imam terdengar bersih dan cukup jelas dari pengeras suara. Barulah sang jamaah yang sudah duluan takbir tadi menyadari keadan dirinya dan menurunkan tangannya yang sudah terletak di dada. Setelah diam sejenak lalu terdengar lagi ucapan takbir, lalu diam lagi untuk memberi kesempatan bagi makmum membaca “Subhanallah walhamdulillah wala Ilaha illallahhu wallahu Akbar” yang sudah diajarkan tadi. Setelah takbir sebanyak tujuh kali, mulailah imam membacakan surat al-Fatihah dengan tenang dan jelas serta fasih walaupun tanpa irama yang tinggi, tapi cukup khidmat, khusyu’ dan tenang, setenang pagi hari yang indah. Selepas bacaan surat al-Fatihah, imam membaca Surat Al-A’la (Sabbihis) yang menceritakan tentang kebesaran Allah sebagai pencipta segalanya. Terasa kita diajak berkomunikasi dengan Ilahi dan merenungi segala ciptaan Allah. Sedangkan pada rakaat kedua setelah al-Fatihah, imam membacakan Surat Al-Ghasiyah (Hal Ataka Hadis al-Ghasiyah) yang mengajak kaum Muslim melihat bagaimana sulitnya kehidupan di neraka kelak, dan begitu juga keadaan indahnya kehidupan di surga, setelah terjadinya hari kiamat. Sekalian ayat ini mengajak umat Islam melihat kebesaran Allah, dengan melihat segala sesuatu yang diciptakan-Nya seperti bagaimana gunung-gunung dibuat kokoh, langit diangkat di awang-awang, unta diciptakan sedemikian rupa, dan bumi terhampar luas.
Ketika menjelang akhir rakaat kedua ketika Imam sedang membaca ayat selepas bacaan Al-Fatihah, ada suara yang mengganggu kehusyu’an solat, dimana terdengar suara anak kecil menangis di bagian belakang. Tangisan sang anak terdengar makin lama makin kuat bahkan tidak berhenti sampai menjelang salam. Padahal di sampingnya ada abangnya yang menghibur. Begitu salam, bapaknya segera mengambil si gadis kecil dari atas kereta dorong dan mengendongnya, barulah dia diam. Sejurus kemudian, baru ibunya datang dan membawa ke tempatnya di bagian wanita sebelah Selatan. Kalau di Pekanbaru biasanya anak kecil hanya urusan kaum ibu, apalagi di tengah suasana Solat Id, tapi ternyata tidak begitu keadaannya bagi umat Muslim di Filipina.

Khutbah Hari Raya: Ajaran Ramadhan Aplikasi Sepanjang Tahun

Begitu selesai solat, khatib menuju ke depan saf paling depan di mana sudah disediakan mikrofon tanpa ada mimbar. Khutbah disampaikan dalam bahasa Tagalog. Penulis merekamnya dengan Handycam dengan harapan nanti sampai di rumah kos (homestay) minta bantuan untuk menterjemahkan ide-ide pokoknya. Beberapa ayat dan hadis terdengar disampaikan menyelingi isi pidatonya.
Selesai khutbah, kaum Muslimin saling bermaaf-maafan, besalaman dan berpelukan, sebagaimana salam Muslim di Arab Saudi. Saatnya mereka befoto-foto mengabadikan suasana yang berbahagia ini. Yang banyak berfoto adalah anak-anak gadis. Mereka dengan pakaian hitam kebanggaannya, berfoto dengan berbagai gaya dan pose layaknya bintang film dan penyanyi Arab Pascal Maachalani, Nawal El-Saghoby, Latifah dan lainnya. Ramai yang menggunakan kesempatan tersebut untuk berfoto dengan Khatib.
Penulis mencoba mendekati kerumunan dan menunggu sampai ada kesempatan. Seorang Muslim asal negara Arab berbincang agak lama dengan Khatib kedengarannya dalam Bahasa Arab. Dan begitu mereka selesai dan berjabat tangan tanda berpisah, penulis langsung mendekati. Sambil mempekenalkan diri dan handycam masih di tangan, penulis katakan bahwa penulis merekam khutbahnya tapi penulis tidak mengerti karena dalam Bahasa Tagalog dan nanti mencari orang lain untuk terjemahkannya dan sekalian minta keizinannya atas rekaman tersebut. Mendengar hal itu, sang khatib langsung menjelaskan apa-apa yang disampaikannya tadi dalam khutbahnya dengan menggunakan Bahasa Arab yang fasih. Kesempatan ini tidak penulis sia-siakan. Penulis langsung mengarahkan kamera video ke arah sang khatib yang sedang bercerita. Tapi sayang, baru beberapa menit beliau bercerita, battery habis. Tapi penulis masih bergaya seakan masih sedang merekam, karena kuatir dia berhenti pula menjelaskan isi khutbahnya.
Beliau ternyata dalam khutbahnya mengajak umat Muslim untuk mengamalkan ajaran dan ibadah Ramadan sepanjang tahun, tidak hanya sebatas selama Ramadan saja, seperti solat bejamah, kebiasaan menahan nafsu, kata-kata, kebiasaan bersedekah, solat sunnah, membaca al-Qur’an dan sebagainya. Tidak berarti begitu Ramadhan habis, maka berhenti pula melaksanakan kebiasaan ibadah yang dilaksanakan selama Ramadan. Ayat yang dibacakan adalah tentang peristiwa ketika Nabi Muhammad wafat dan beberapa orang sahabat menganggap ajarannya pun ikut berhenti sampai disitu. Nabi Muhammad memang telah wafat tapi Islam yang diajarkannya tetap eksis kapanpun tidak hanya selama beliau hidup. Diakhir penjelasannya, tak lupa penulis mengucapkan terima kasih karena tak perlu lagi mencari orang lain untuk menterjemahkan isi khutbahnya, karena semua sudah jelas. Sempat pula penulis minta foto bersama sebagai kenang-kenangan.
Oleh karena menggunakan kamera video, seorang pemuda yang dimintai pertolongan untuk mengambil gambar tadi sempat bertanya kepada penulis, wartawan dari stasion televisi mana. Penulis katakan dari Stasiun TV UIN Suska Riau, yang pasti dia merasa puas dan bangga. Ada juga yang bertanya apakah penulis berasal dari daerah Maranao, mungkin karena wajah seperti orang sana. Tentu saja penulis jawab tidak, khawatir nanti diajak berbicara dalam bahasa Tagalog.

Menikmati Hidangan Hari Raya di Burnham Park

Oleh karena lapangan solat Id berada di Taman Burnham, maka selepas solat, warga Muslim menikmati makan pagi di taman di pinggir danau. Mereka membawa nasi bungkus dari rumah dan menikmatinya di sini bersama keluarga. Sehabis makan, mereka membiarkan anak-anak, remaja bujang dan gadis untuk menaiki perahu bebek, berdayung sampai mengelilingi danau yang indah dan sejuk di suasana pagi hari yang cerah dan tenang. Mereka benar-benar menikmati keindahan suasana taman. Banyak penjual kerupuk menawarkan dagangannya di kerumunan warga Muslim, berjalan dari satu kelompok ke kelompok lain. Sayang tak seorangpun warga Muslim yang membeli kerupuk-kerupuk dagangan mereka. Para penjual tidak tahu sama sekali bahwa sampai matipun seorang Muslim tidak akan membeli kerupuk mereka, karena dari bungkus plastiknya jelas tertulis “Pork Cracer” atau dalam Bahasa Kampuong Ocu Deyen “Karupuok Jangek dari Kulik Kondiok alias Babi”
Cuaca masih tetap cerah, dengan cahaya matahari yang indah, tapi suhu tetap sejuk, membawa kedamaian seindah suasana pagi hari yang damai. Bahagia hati ini menyaksikan kebahagiaan sauara-saudara Muslim tengah menimati kebahagaan mereka, walaupun mereka kini hidup di tengah-tengah masyarakat yang mayoritas non-Muslim, tapi mereka mampu menikmati keindahan hidup sebagai warga Muslim hakiki. Tak terasa, hati ini terlena menyaksikan betapa kebahagiaan yang tengah mereka rasakan, walau hanya sekedar menyaksikan kebahagiaan mereka di hari yang fitri ini. Mereka kelihatan sangat menikmati hari-hari indah nan bahagia ini, dengan hidangan hari raya. Sedangkan penulis, harus segera mencari Restoran KFC terdekat untuk makan pagi, karena tidak ada keluarga yang mempersiapkannya di rumah atau membawakannya ke Taman yang indah ini. Restoran Halal, sudah dapat dipastikan, pagi ini tak satupun yang buka. Untuk sekedar menghilangkan rindu kampung halaman, selepas makan pagi, penulis mampir di Internet Cafe untuk mendengarkan lagu-lagu Selamat Hari Raya dendangan Ahmad Jaiz, Saloma, Sharifah Aini, Rafi’ah Buang dan Sudirman Haji Arshad semuanya penyanyi Malaysia tahun 60-an yang biasa penulis dengar di kampung ketika masih kecil dulu, dan juga lagu-lagu Ocu Bangkinang melalui program You Tube. Dalam perjalanan mencari restoran dan Internet Cafe, terlihat semua kedai HP yang biasa ditunggui warga Muslim, tutup dan di depannya ditempel kertas putih dengan tulisan hasil printer komputer yang cukup bagus dan bersih “HAPPY EID’L FITR AL-MUBARAK”. Wallahu a’lam.


Drs. Promadi, M.A., Ph.D. dosen UIN Sultan Syarif Kasim Riau sedang mengikuti Program Post-Doctoral Research di The University of The Philipines Institute of Islamic Studies

Comments